sebelum berangkat rame-rame ke kota malang kemaren, aku sempatkan mampir juga ke “bekas” markas ku dulu, sempat ketemu sama mega, yessy, angel, evan, jj, ayu, yos dan konco2 semua waktu masih di SD. Mutiara Bunda dulu, juga ketemu dengan para mantan “suhu” yang cantik2
Ada hal bikin aku sangat bangga dengan sekolah ini, semua anak apapun itu latar belakangnya (berkebutuhan khusus bin autis, cacat, nakal atau yang lainnya) ditempatkan pada satu kelas bersama anak-anak “normal”, semua diajarkan untuk saling menghargai dan mengasihi sesama, meski sekolah ini tidak berbasis pada satu ajaran agama tertentu.
Ada yang lain waktu aku datangi bekas markasku itu, kalau dulu mereka yang berkebutuhan khusus itu dijadikan satu kelas dengan yang “tidak berkebutuhan khusus” dan pada jam2 tertentu di ruang BK, sekarang sudah disediakan kelas khusus yang disediakan untuk anak yang berkebutuhan “lebih” khusus…. Sempat aku ngobrol-ngobrol sama “mum” Linda yang masih saja keliatan cantik dan diajak jalan muter2 ngelilingi “kampus”ku dulu yang sekarang nampak tambah fresh dengan warna kuning cerahnya
Di sebuah ruangan berukuran 7 meter x 6 meter, berkumpul delapan anak dengan tingkah dan perilaku beragam. Beberapa anak terlihat serius menulis, membaca, mewarnai, atau hanya duduk dengan pandangan kosong. Beberapa anak itu seperti punya dunia sendiri dan tak ada orang di sekitarnya.Ada pula yang tak bisa diam dan terus berkeliling di ruangan yang dipenuhi sejumlah tempelan warna-warni itu. Tiba-tiba saja, seorang anak menggebrak meja kecil di depannya. Dengan berteriak, dia lantas melempar tempat menyimpan alat tulisnya ke tembok di sampingnya.Salah satu kelas Sekolah Mutiara Bunda itu memang disediakan khusus bagi anak-anak autis. Di sana mereka menjalani sejumlah terapi, baik perilaku, bicara, maupun emosi, yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa. “Mereka tetap kami tampung agar mendapat penanganan yang lebih tepat,” ujar Ketua Yayasan Pendidikan Mutiara Bunda Linda Irene.
Dia menyebut, karena kerap ditolak saat didaftarkan di sekolah-sekolah umum, sejumlah anak autis tersebut akhirnya dimasukkan ke sekolah luar biasa (SLB). Padahal, lanjut dia, jika penanganan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus itu dilakukan secara tepat, mereka dapat kembali seperti anak-anak lain pada umumnya. Karena itu, kata Linda, tujuan utama sekolahnya membuka kelas khusus tersebut lebih disebabkan pertimbangan kemanusiaan. “Bukan uang atau keuntungan yang kami cari,” ujarnya.
Linda menyebut, anak-anak autis yang kebetulan berasal dari keluarga tak mampu pun akan tetap diterima di sekolah tersebut. “Jangan sampai anak-anak itu malah diasingkan,” jelasnya.
Ryan, salah seorang siswa di kelas khusus yang dibentuk sejak dua tahun lalu itu, misalnya. Ketika awal masuk sekolah tersebut sekitar 1,5 tahun lalu, siswa yang kini duduk di SMP Mutiara Bunda kelas 8 (atau kelas 2 SMP, Red) tersebut punya kecenderungan emosi yang sering tak terkontrol.
Menurut Sri Wahyuni Listyowati, salah seorang pengajar di sana, saat awal masuk, Ryan kerap tiba-tiba masuk ke kantor sekolah dan merusak sejumlah berkas milik sekolah. “Akhirnya, kami hanya mengamankan file-file agar jangan sampai terjangkau olehnya,” ungkapnya. Selain itu, anak berkacamata minus tersebut pernah tiba-tiba naik tiang bendera saat upacara di sekolah.
Namun, setelah menjalani sejumlah terapi, kini Ryan yang bercita-cita menjadi dokter spesialis anak itu malah menjadi juara kelas. “Terkadang, kalau lagi labil, memang masih emosional,” jelas Yuni.
Seperti kemarin, setelah mengikuti ulangan yang menurut Ryan cukup sulit, dia lantas berteriak-teriak di kelas. “Kami tetap melakukan terapi, tapi kami yakin nanti dia bisa seperti anak-anak lainnya,” lanjutnya.
Setiap hari, anak-anak autis di sekolah swasta tersebut masuk mulai pukul 07.30 hingga pukul 13.00. Namun, sekitar tiga jam para siswa autis itu dipisahkan dari siswa umum lainnya. Mereka ditempatkan di kelas khusus untuk menjalani sejumlah terapi. Selebihnya, mereka tetap dikumpulkan bersama siswa-siswa lainnya. “Mereka harus tetap bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain,” jelasnya.
Jika dianggap berpotensi mengganggu konsentrasi belajar siswa saat berada di dalam kelas, biasanya mereka didampingi salah satu pengajar khusus yang sudah disiapkan.Bravo MB…. reach the star on the sky… go and get it !